2.2.2 Tujuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Tujuan
umum K3 adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan
himpunan perserikatan kesehatan (hiperkes) dapat dirinci sebagai berikut :
a. Agar
tenaga kerja dan setiap orang berada di tempat kerja selalu dalam keadaan sehat dan selamat.
b. Agar
sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa ada hambatan
(Suma’mur, 2009).
2.3 Tinjauan tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja di
Laboratorium
Laboratorium
di rumah sakit merupakan salah satu fasilitas medik yang di sediakan sebagai
penunjang diagnosis penyakit. Laboratorium juga mempunyai fungsi sebagai tempat
untuk berbagai penelitian yang berhubungan dengan pembiakan media-media kuman
penyakit, karena itu lingkungan laboratorium menjadi salah satu tempat yang
balk untuk perkembangannya berbagai penyakit infeksi, antara lain HIV/AIDS
(Perwitasari D dan Anwar A, 2006).
Bekerja
dalam laboratorum klinik mempunyai risiko terkena bahan kimia maupun bahan
yang bersifat infeksius. Risiko tersebut dapat terjadi bila kelalaian dan
sebab-sebab lain diluar kemampuan manusia. Menjadi suatu tanggung jawab bagi
manusia untuk mempelajari kemungkinan adanya bahaya dalam pekerjaan agar mampu
mengendalikan bahaya serta mengurangi risiko sekecil-kecilnya melalui pemahaman
mengenai berbagai aspek bahaya dalam lingkungan laboratorium, mengarahkan para
pekerja dalam melaksanakan K3 (Imamkhasani S, 1990).
Laboratorium
harus merupakan tempat yang aman bagi pekerjanya, terhadap setiap kemungkinan
terjadinya kecelakaan, sakit maupun gangguan kesehatan. Hanya dalam
laboratorium yang bebas dari rasa kekhawatiran akan kecelakan dan keracunan
seseorang dapat bekerja dengan produktif dan efisien. Keadaan yang sehat dalam
laboratorium, dapat diciptakan apabila ada kemauan dari setiap pekerja untuk
menjaga dan melindungi diri. Diperlukan suatu kesadaran dan tanggung jawab,
bahwa kecelakaan dapat berakibat pada diri sendiri dan orang lain serta
lingkungannya. Tanggung jawab moral dalam keselamatan kerja memegang peranan
penting dalam pencegahan kecelakaan disamping disiplin individu terhadap
peraturan juga memberikan andil besar dalam keselamatan kerja (Imamkhasani S,
1990).
Dalam
pekerjaan sehari-hari petugas laboratorium selalu dihadapkan pada bahaya-bahaya
tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagensia yang toksik, peralatan listrik
maupun alat gelas yang digunakan secara rutin (Depkes RI, 2008).
2.3.1 Kecelakaan Kerja di Laboratorium
Menurut
Tresnaningsih E (2004). Beberapa contoh kecelakaan yang banyak terjadi di
laboratorium yaitu :
1.
Terpeleset, karena lantai licin.
2.
Mengangkat beban, akibatnya : cedera
punggung.
3. Mengambil sampel darah/cairan tubuh lainnya, hal
ini merupakan pekerjaan sehari-hari di laboratorium. Akibatnya : Tertusuk jarum
suntik, tertular virus AIDS, Hepatitis B.
4. Risiko
terjadi kebakaran.
5. Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan
benda tajam.
Pada
umumnya bahaya atau kecelakaan kerja tersebut dapat dihindari dengan
usaha-usaha pengamanan, antara lain dengan penjelasan, peraturan serta
penerapan disiplin kerja.
2.3.2 Penyakit Akibat Kerja di Laboratorium
Penyakit akibat kerja di laboratorium umumnya
berkaitan dengan faktor biologis (kuman patogen yang berasal umumnya dari
pasien); faktor kimia (pemaparan dalam dosis kecil namun terus menerus
seperti antiseptik pada kulit, zat kimia yang menyebabkan kerusakan hati;
faktor ergonomi (cara duduk salah, cara mengangkat pasien salah); faktor
fisik dalam dosis kecil yang terus menerus (panas pada kulit, tegangan
tinggi, radiasi dan lain-lain); faktor psikologis (ketegangan di kamar
penerimaan pasien, gawat darurat, karantina dan lain-lain) (Tresnaningsih
E, 2004).
Infeksi organisme patogen kepada petugas
dapat terjadi melalui beberapa macam cara (Tresnaningsih E, 2004).
Cara
yang paling sering menginfeksi petugas laboratorium adalah:
1. Inhalasi. Saat melakukan pencampuran,
penggilingan atau penghalusan bahan-bahan infeksius atau pada saat membakar
kawat loop (ose), dapat membentuk percikan halus yang dapat
terhirup oleh petugas yang tidak menggunakan masker.
2.
Tertelan. Petugas laboratorium dapat terpapar melalui: (1) gerakan yang
tidak disadari dari tangan ke mulut; (2) memasukkan bahan-bahan yang telah
terkontaminasi (alat tulis) atau jari kemulut; (3) makan, minum atau
merokok di dalam laboratorium atau tidak melakukan upaya kebersihan tangan
yang benar; (4) menggunakan pipet melalui mulut.
3.
Luka akibat tusukan. Cedera akibat kecelakaan dengan benda-benda tajam
(jarum, pisau bedah dan bahan-bahan pecah belah yang telah terkontaminasi)
merupakan penyebab utama infeksi yang didapat di laboratorium.
4.
Kontaminasi pada kulit dan selaput lendir akibat cipratan dan percikan dari
sampel yang infeksius.
Dengan segala kegiatan laboratorium yang
sangat berpotensi menimbulkan bahaya bagi kesehatan, penerapan K3 oleh petugas
laboratorium sangatlah penting untuk menekan atau mengurangi risiko kecelakaan
dan penyakit akibat kerja yang bisa membahayakan kesehatan terhadap petugas
laboratorium. Antara lain dengan memakai APD pada saat melakukan pekerjaan di laboratorium
serta dengan penanganan lingkungan kerja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar