Jumat, 16 Mei 2014

Kesehatan & Keselamatan Kerja(K3)



2.2.2 Tujuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Tujuan umum K3 adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan himpunan perserikatan kesehatan (hiperkes) dapat dirinci sebagai berikut :
a. Agar tenaga kerja dan setiap orang berada di tempat kerja    selalu dalam keadaan sehat dan selamat.
b. Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa ada hambatan (Suma’mur, 2009).
2.3 Tinjauan tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Laboratorium
Laboratorium di rumah sakit merupakan salah satu fasilitas medik yang di sediakan sebagai penunjang diagnosis penyakit. Laboratorium juga mempunyai fungsi sebagai tempat untuk berbagai penelitian yang berhubungan dengan pembiakan media-media kuman penyakit, karena itu lingkungan laboratorium menjadi salah satu tempat yang balk untuk perkembangannya berbagai penyakit infeksi, antara lain HIV/AIDS (Perwitasari D dan Anwar A, 2006).
Bekerja dalam laboratorum klinik mempunyai risiko terkena bahan kimia maupun bahan yang bersifat infeksius. Risiko tersebut dapat terjadi bila kelalaian dan sebab-sebab lain diluar kemampuan manusia. Menjadi suatu tanggung jawab bagi manusia untuk mempelajari kemungkinan adanya bahaya dalam pekerjaan agar mampu mengendalikan bahaya serta mengurangi risiko sekecil-kecilnya melalui pemahaman mengenai berbagai aspek bahaya dalam lingkungan laboratorium, mengarahkan para pekerja dalam melaksanakan K3 (Imamkhasani S, 1990).
Laboratorium harus merupakan tempat yang aman bagi pekerjanya, terhadap setiap kemungkinan terjadinya kecelakaan, sakit maupun gangguan kesehatan. Hanya dalam laboratorium yang bebas dari rasa kekhawatiran akan kecelakan dan keracunan seseorang dapat bekerja dengan produktif dan efisien. Keadaan yang sehat dalam laboratorium, dapat diciptakan apabila ada kemauan dari setiap pekerja untuk menjaga dan melindungi diri. Diperlukan suatu kesadaran dan tanggung jawab, bahwa kecelakaan dapat berakibat pada diri sendiri dan orang lain serta lingkungannya. Tanggung jawab moral dalam keselamatan kerja memegang peranan penting dalam pencegahan kecelakaan disamping disiplin individu terhadap peraturan juga memberikan andil besar dalam keselamatan kerja (Imamkhasani S, 1990).
Dalam pekerjaan sehari-hari petugas laboratorium selalu dihadapkan pada bahaya-bahaya tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagensia yang toksik, peralatan listrik maupun alat gelas yang digunakan secara rutin (Depkes RI, 2008).
2.3.1 Kecelakaan Kerja di Laboratorium
Menurut Tresnaningsih E (2004). Beberapa contoh kecelakaan yang banyak terjadi di laboratorium yaitu :
1.    Terpeleset, karena lantai licin.
2.    Mengangkat beban, akibatnya : cedera punggung.
3.    Mengambil sampel darah/cairan tubuh lainnya, hal ini merupakan pekerjaan sehari-hari di laboratorium. Akibatnya : Tertusuk jarum suntik, tertular virus AIDS, Hepatitis B.
4.    Risiko terjadi kebakaran.
 5.  Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam.
Pada umumnya bahaya atau kecelakaan kerja tersebut dapat dihindari dengan usaha-usaha pengamanan, antara lain dengan penjelasan, peraturan serta penerapan disiplin kerja.
2.3.2 Penyakit Akibat Kerja di Laboratorium
Penyakit akibat kerja di laboratorium umumnya berkaitan dengan faktor biologis (kuman patogen yang berasal umumnya dari pasien); faktor kimia (pemaparan dalam dosis kecil namun terus menerus seperti antiseptik pada kulit, zat kimia yang menyebabkan kerusakan hati; faktor ergonomi (cara duduk salah, cara mengangkat pasien salah); faktor fisik dalam dosis kecil yang terus menerus (panas pada kulit, tegangan tinggi, radiasi dan lain-lain); faktor psikologis (ketegangan di kamar penerimaan pasien, gawat darurat, karantina dan lain-lain) (Tresnaningsih E, 2004).
Infeksi organisme patogen kepada petugas dapat terjadi melalui beberapa macam cara (Tresnaningsih E, 2004).
Cara yang paling sering menginfeksi petugas laboratorium adalah:
1.    Inhalasi. Saat melakukan pencampuran, penggilingan atau penghalusan bahan-bahan infeksius atau pada saat membakar kawat loop (ose), dapat membentuk percikan halus yang dapat terhirup oleh petugas yang tidak menggunakan masker.
2. Tertelan. Petugas laboratorium dapat terpapar melalui: (1) gerakan yang tidak disadari dari tangan ke mulut; (2) memasukkan bahan-bahan yang telah terkontaminasi (alat tulis) atau jari kemulut; (3) makan, minum atau merokok di dalam laboratorium atau tidak melakukan upaya kebersihan tangan yang benar; (4) menggunakan pipet melalui mulut.
3. Luka akibat tusukan. Cedera akibat kecelakaan dengan benda-benda tajam (jarum, pisau bedah dan bahan-bahan pecah belah yang telah terkontaminasi) merupakan penyebab utama infeksi yang didapat di laboratorium.
4. Kontaminasi pada kulit dan selaput lendir akibat cipratan dan percikan dari sampel yang infeksius.
Dengan segala kegiatan laboratorium yang sangat berpotensi menimbulkan bahaya bagi kesehatan, penerapan K3 oleh petugas laboratorium sangatlah penting untuk menekan atau mengurangi risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang bisa membahayakan kesehatan terhadap petugas laboratorium. Antara lain dengan memakai APD pada saat melakukan pekerjaan di laboratorium serta dengan penanganan lingkungan kerja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar