Selasa, 13 Mei 2014

Kesehatan & Keselamatan Kerja (K3)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.       TINJAUAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
Kesehatan dan keselamatan kerja pada dasarnya terbagi atas dua hal utama yaitu kesehatan kerja dan keselamatan kerja. Kedua hal tersebut memiliki pengertian yang berbeda, tetapi untuk mencapainya dibutuhkan suatu usaha yang sama dan pada akhirnya bertujuan agar pekerja dapat bekerja secara sehat dan terhindar dari bahaya sehingga mencapai produktifitas yang optimal.
Kesehatan kerja merupakan suatu bidang keilmuan yang mendalami masalah hubungan dua arah antara pekerjaan dan kesehatan. Ilmu ini tidak hanya menyangkut hubungan antara efek lingkungan kerja dengan kesehatan pekerja, tetapi hubungan antara status kesehatan pekerja dengan kemampuannya untuk melakukan tugas yang harus dikerjakan. Tujuan utama ilmu ini adalah mencegah timbulnya gangguan kesehatan daripada mengobatinya.
Menurut WHO/ILO (1995), kesehatan kerja bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan, perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari resiko akibat faktor yang merugikan kesehatan dan penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologinya. Secara ringkas merupakan penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada pekerjaan atau jabatannya. (Tarupolo, 2001)
Dalam UU No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan, termaktub bahwa upaya kesehatan kerja adalah upaya penyerasian kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat disekelilingnya, agar diperoleh produktifitas kerja yang optimal.
Tujuan utama program kesehatan kerja adalah mendapatkan  pegawai yang sehat dan produktif dengan pokok kegiatan yang bersifat prefentiv dan promotif di samping kuratif dan rehabilitatif. (Tarupolo, 2001)
Keselamatan kerja oleh American Society of Safety Enggineers (ASSE) diartikan sebagai bidang kegiatan yang ditujukan mencegah semua jenis kecelakaan yang ada kaitannya dengan lingkungan dan situasi kerja.
Dalam konsep pengelolaan keselamatan kerja modern (Modern Safety Management = MSM) dikenal dua definisi keselamatan kerja. Pertama, didefinisikan sebagai bebas dari kecelakaan-kecelakaan atau bebas dari kondisi sakit, luka atau bebas dari kerugian. Kedua, didefinisikan sebagai pengontrolan kerugian. Dari kedua definisi ini, definisi pertama lebih fungsional karena berkaitan dengan luka, sakit, kerugian harta dan kerugian proses. Definisi kedua juga termasuk dalam hal pencegahan kecelakaan dan mengusahakan seminimum mungkin terjadinya kerugian yang berkaitan dengan fungsi pengontrolan dalam sistem manajemen. (Budiono, dkk, 2008)
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan satu kesatuan yang tak dapat terpisahkan dalam upaya pemberian perlindungan kepada tenaga kerja. Kesehatan dan keselamatan secara fisiologis adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat adil dan makmur. Secara keilmuan adalah merupakan ilmu pengetahuan dalam penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. (Situmorang, 2003)
Penerapan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah suatu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktifitas kerja. (Tresnaningsih, E, 2001)
Dalam penjelasan UU No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan pasal 23, telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan lebih dari 10 orang, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
Selanjutnya, ruang lingkup keselamatan kerja yang diatur dalam UU No. 1 tahu 1970 mencakup keselamatan kerja di semua tempat kerja baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, maupun di udara, di wilayah Negara Republik Indonesia. Syarat keselamatan kerja tersebut diberlakukan di tempat kerja yang memakai antara lain peralatan yang berbahaya, bahan B3, pekerjaan konstruksi dan perawatan bangunan, usaha pertanamana kehutanan dan perikanan, usaha pertambangan, usaha pengangkutan barang dan manusia, usaha penyelaman, pekerjaan dengan tekanan udara atau suhu tinggi/rendah, pekerjaan dalam tangki atau lubang, serta di tempat kerjanya yang terdapat atau menyebarkan suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar, radiasi, suara dan getaran.
Untuk menjamin kesehatan dan keselamatan di tempat kerja yang menggunakan alat atau bahan yang berbahaya dan beracun, atau lingkungan tempat kerja yang dapat menimbulkan penyakit akibat kerja dan kecelakaan, maka berbagai persyaratan K3 harus dipenuhi.
Pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja haruslah ditujukan untuk mengenal dan menemukan sebab kecelakaan, bukan gejalanya untuk kemudian sedapat mungkin menghilangkan atau mengeliminasinya. Untuk itu, semua pihak yang terlibat dalam usaha berproduksi khususnya para pengusaha dan para tenaga kerja diharapkan dapat mengerti dan memahami serta menerapkan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di tempat masing-masing. (Situmorang, 2003)
K3 merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga kerja sekaligus melindungi asset perusahaan. Hal ini tercermin dalam pokok pikiran dan pertimbangan dikeluarkannya Undang-undang No. 1 tahu 1970 tentang keselamatan kerja yaitu bahwa : setiap warga Negara berhak mendapat perlindungan atas keselamatan dalam melakukan pekerjaan, dan setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya serta setiap sumber produksi perlu dipakai dan  dipergunakan secara aman dan efisien, sehingga proses produksi berjalan lancar. Hak atas jaminan keselamatan ini membutuhkan persyaratan adanya lingkungan kerja yang sehat dan aman bagi tenaga kerja dan masyarakat disekitarnya. Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam proses industry termasuk laboratorium dapat menimbulkan risiko kecelakaan, peledakan, kebakaran, penyakit akibat kerja dan pencemaran lingkungan. Pengalaman menunjukkan bahwa setiap kecelakaan selalu mengakibatkan kerugian yang bersifat ekonomi, penderitaan korban dan keluarganya serta masyarakat umum.
Penyelenggaraan K3 pada hakekatnya, adalah pembuatan syarat-syarat keselamatan kerja dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasaran, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan peralatan dalam bekerja serta pengaturan dalam penyimpanan bahan, barang, produk teknis, pelaksana teknis yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan, sehingga potensi bahaya kecelakaan kerja tersebut dapat diminimalisir.
Dalam penyelenggaraan K3 ada 3 hal yang harus diperhatikan :
1.      Keseriusan dalam mengimplementasikan K3
2.      Pembentukan konsep budaya malu dari setiap pekerja bila tidak melaksanakan K3
3.      Kualitas program pelatihan K3 sebagai sarana sosialisasi.
Hal lain yang tak kalah pentingnya adalah adanya suatu komite K3 yang bertindak sebagai penilai efekifitas dan efisiensi program bahkan melaksanakan investigasi bila terjadi kecelakaan kerja untuk dan atas nama pekerja yang terkena musibah kecelakaan kerja. Bila terjadi hal yang demikian, maka hal yang harus diperhatikan antara lain :
1.      Lingkungan kerja terjadinya kecelakaan
2.      Pelatihan, instruksi, informasi dan pengawasan kecelakaan kerja
3.      Kemungkinan resiko yang timbul dari kecelakaan kerja
4.      Peralatan bagi korban kecelakaan kerja dan perawatan peralatan sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja telah dilakukan
5.      Perlindungan bagi pekerja lain sebagai tindakan prefentiv
6.      Aturan bila terjadi pelanggaran
7.      Pemeriksaan atas kecelakaan yang timbul di area kerja
8.      Pengaturan pekerja setelah terjadi kecelakaan kerja
9.      Memeriksa proses investigasi dan membuat laporan kecelakaan pihak yang berwenang
10.  Membuat satuan kerja yang terdiri atas orang yang berkompeten dalam penanganan kecelakaan di area terjadi kecelakaan kerja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar