Oleh : La Ode Marsudi, S.ST
A. Tinjauan Pemantapan Mutu Kimia Klinik
Pemantapan mutu kimia klinik adalah segala usaha agar
hasil akhir pemeriksaan kimia klinik akurat, reliabel dan valid. Kegiatan Pemantapan Mutu (Quality
assurance) terdiri atas Pemantapan Mutu Internal (PMI) dan Pemantapan Mutu
Eksternal (PME) (DepKes, 2004).
1. Pemantapan Mutu Eksternal (PME)
Pemantapan Mutu
Eksternal (PME) yaitu kegiatan pemantapan mutu yang dilakukan secara periodik
oleh pihak luar untuk memantau hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh suatu
laboratorium dengan cara membandingkan hasil laboratorium tersebut dengan hasil
laboratorium lain atau hasil referensi dari laboratorium rujukan/penyelenggara.
Pemantapan Mutu Eksternal (PME) dapat diselenggarakan dalam lingkup
internasional, nasional, maupun regional dalam suatu daerah. Pemantapan Mutu
Eksternal (PME) dapat dilakukan oleh Laboratorium pemerintah maupun
Laboratorium swasta yang menjadi Laboratorium rujukan (Winoto, Santoso, dkk,
2008).
Pemantapan Mutu Eksternal (PME) dilakukan dengan
cara mengirimkan 1 (satu) atau lebih spesimen (buatan) yang komposisinya tidak
diketahui, ke setiap laboratorium peserta dalam jangka waktu yang tetap, untuk
dianalisa. Hasil dari analisa tersebut
dikumpulkan dan kemudian diringkas dalam bentuk laporan, yang digunakan sebagai
jawaban hasil laboratorium peserta untuk diperbandingkan dengan hasil yang
“benar” yang terdapat pada laboratorium penyelenggara. Pada beberapa negara,
Pemerintahnya menganjurkan laboratorium-laboratorium untuk ikut berpartisipasi
dalam program ini sehingga hasil-hasil pemantapan mutu eksternal dapat
dijadikan sebagai patokan korektif bagi pekerjaan yang kurang baik. Program Pemantapan Mutu
Eksternal untuk bidang kimia klinik yang biasa dikenal sebagai PNPKLK-K
(Program Nasional Pemantapan Kualitas Laboratorium Kesehatan Bidang Kimia
Klinik) tingkat nasinal yang telah diselenggarakan oleh pemerintah sampai saat
ini adalah Pusat Laboratorium Kesehatan bekerjasama dengan HKKI dan RSUPN Cipto
Mangunkusumo. Penilaian dilakukan dengan menggunakan perhitungan VIS (Variance
Index Score), dengan nilai 0-400. Makin kecil nilai VIS yang diperoleh suatu
laboratorium berarti makin baik penampilan laboratorium tersebut (DepKes,
2004).
2. Pemantapan Mutu Internal (PMI)
Pemantapan mutu
internal (PMI) adalah kegiatan pencegahan dan pengawasan yang dilakukan oleh
masing-masing laboratorium secara terus-menerus agar tidak terjadi atau
mengurangi kejadian error/penyimpangan sehingga diperoleh hasil pemeriksaan
yang tepat (Winoto, Santoso, dkk, 2008).
Pemantapan mutu internal akan memberikan
jaminan kualitas kepada hasil analisa secara kontinyu dengan cara mengamati
sebanyak mungkin langkah-langkah dalam prosedur analisa di mulai dari
pengambilan spesimen sampai kepada penentuan hasil akhir. Pemantapan mutu internal dapat dianjurkan
oleh kepala laboratorium sesuai dengan keinginannya, walaupun pemerintah sudah
membuat program yang sama dan mengeluarkan kriteria-kriteria singkat untuk
diterapkan secara praktis. Pada laboratorium kimia klinik, internal quality
control biasanya meliputi analisa serentak dari serum kontrol yang
diketahui konsentrasinya bersama-sama dengan serum pasien. Pengertian pemeriksaan laboratorium semuanya mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang
dimulai sebelum proses pemeriksaan itu sendiri dilaksanakan yaitu dimulai dari
tahap pra analitik, analitik dan paska analitik (DepKes, 2004).
Tujuan dari Pemantanpan Mutu internal (PMI)
adalah :
a. Pemantapan
dan penyempurnaan metode pemeriksaan dengan mempertimbangkan aspek analitik dan
klinis.
b. Mempertinggi
kesiagaan tenaga, sehingga pengeluaran hasil yang salah tidak terjadi dan
perbaikan kesalahan dapat dilakukan segera.
c. Memastikan
bahwa semua proses dari persiapan pasien, pengambilan, pengiriman, penyimpanan,
dan pengolahan spesimen sampai dengan pencatatan dan pelaporan dilakukan dengan
benar.
d. Mendeteksi
kesalahan dan mengetahui sumbernya.
e. Membantu
perbaikan pelayanan kepada pelanggan (pasien).
Hasil pemeriksaan
Laboratorium digunakan untuk menentukan diagnosis, pemantauan pengobatan, dan
prognosis, maka amatlah perlu untuk menjaga mutu hasil pemeriksaan, dalam arti
mempunyai tingkat akurasi dan presisi yang dapat dipertanggungjawabkan (Anonim,
2008).
Cakupan objektif Pemantapan
Mutu Internal (PMI) meliputi aktivitas sebagai berikut :
a. Tahap Pra Analitik
Pada tahap pra analitik
dapat dilakukan usaha-usaha agar tidak terjadi kesalahan pra analitik dan
mengurangi, meminimalisir interfensi pra analitik (Sukorini, dkk, 2010). Untuk
menghindari kesalahan dalam pra analitik maka semua tahapan tersebut harus
memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) yang dapat dilihat oleh semua
petugas laboratorium yang meliputi :
1. Persiapan Pasien
Pemeriksaan untuk
spesimen berasal dari manusia sering memerlukan persiapan pasien terlebih
dahulu, sedagkan pemeriksaan spesimen berasal bukan dari manusia tidak
memerlukan persiapan. Persiapan pasien dimulai saat seorang dokter merencanakan
pemeriksaan laboratorium bagi pasien. Seorang dokter dibantu oleh paramedis
diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tindakan yang akan dilakukan,
manfaat dari tindakan itu, dan persyaratan apa yang harus dilakukan oleh
pasien. Informasi yang diberikan harus jelas agar tidak menimbulkan ketakutan
atau persepsi yang keliru bagi pasien. Untuk persiapan yang tidak mungkin
dilakukan oleh pasien perlu dicatat pada formulir permintaan pemeriksaan, buku
penerimaan pasien, dan formulir hasil pemeriksaan agar pemeriksa
dilaboratorium dan pengirim pasien dapat
mengetahui keadaan tersebut (Puslabkes, 1997).
Hasil pemeriksaan
laboratorium sangat ditentukan oleh persiapan pasien, oleh karena itu petugas
laboratorium harus menjelaskan kepada pasien tentang hal-hal yang harus
dilakukan pasien sebelum pengambilan spesimen dilakukan. Faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium yaitu faktor biologis dan
faktor fisiologis, ada yang bisa dikendalikan dan adapula yang tidak bisa
dikendalikan. Faktor yang bisa dikendalikan seperti makanan, minuman,
obat-obatan, dan aktivitas fisik. Oleh karena itu persiapan pasien harus
disesuaikan dengan parameter yang akan diperiksa. Bila ada obat yang tidak
dapat dihentikan harus ditulis pada lembar hasil pemeriksaan. Sedangkan faktor
yang tidak dapat dikendalikan seperti usia, jenis kelamin, variasi harian,
kehamilan, haid, demam, dan trauma (Puslabkes, 1997)
2. Pemberian Identitas
Pemberian identitas
pasien dan atau spesimen merupakan hal yang penting, baik pada saat pengisian
surat pengantar/formulir permintaan pemeriksaan, pendaftaran, pengisian label
wadah spesimen, maupun pada formulir hasil pemeriksaan.
Pada surat
pengantar/formulir permintaan pemeriksaan laboratorium sebaiknya memuat secara
lengkap :
a. Tanggal permintaan.
b. Tanggal dan jaminan
pengambilan.
c. Identitas pasien
(Nama, umur, jenis kelamin, alamat) atau identitas spesimen.
d. Identitas pengirim
(Nama, alamat, nomor telpon).
e. Diagnosis/keterangan
klinis.
f. Obat-obat yang telah
diberikan dan lama pemberian.
g. Jenis spesimen,
lokasi pengambilan spesimen, dan volume spesimen.
h. Pemeriksaan
laboratorium yang diminta.
i. Nama pengambil
spesimen.
j. Transpor
media/pengawet yang digunakan.
Label wadah spesimen
yang akan dikirim ke laboratorium harus memuat :
a.
Tanggal pengambilan
spesimen.
b.
Identitas pasien atau
identitas spesimen.
c.
Jenis spesimen.
Label wadah spesimen
yang diambil di laboratorium harus memuat :
a.
Tanggal pengambilan
spesimen.
b.
Nomor/kode spesimen.
Formulir hasil
pemeriksaan harus memuat :
a. Tanggal pemeriksaan.
b. Identitas pasien
(Nama, umur, jenis kelamin, alamat) atau identitas spesimen.
c. Nomor/kode
laboratorium.
d. Hasil pemeriksaan, satuan
nilai hasil pemeriksaan, nilai rentang/rujukan parameter.
e. Keterangan lain yang
dianggap perlu, misalnya penjelasan mengenai persiapan pasien yang tidak
mungkin dilaksanakan , penjelasan hasil pemeriksaan hanya berlaku untuk
spesimen tersebut.
f. Tanggal hasil
pemeriksaan laboratorium dikeluarkan dan tanda tangan penanggungjawab
laboratorium (Puslabkes,1997).
3. Penerimaan Spesimen
Bagian penerimaan
spesimen harus memeriksa kesesuian antara spesimen yang diterima dengan
permintaan formulir pemeriksaan dan mencatat kondisi spesimen tersebut pada
saat diterima. Hal-hal yang perlu dicatat yaitu volume, warna, kekeruhan, bau,
konsistensi dan lain-lain.
4. Pengambilan Spesimen
Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam pengambilan spesimen sebagai berikut :
a.
Waktu pengambilan, umumnya
pengambilan spesimen dilakukan pada pagi hari terutama untuk pemeriksaan kimia
klinik, hematologi dan imunologi kerana umumnya nilai normal berdasarkan nilai
pada pagi hari. Namun ada bebrapa pemriksaan yang waktu pengambilan spesimennya
harus disesuaikan dengan perjalanan penyakit dan fluktuasi harian, misalnya
pemeriksaan enzim-enzim jantung.
b.
Volume spesimen yang
diambil harus mencukupi kebutuhan pemeriksaan laboratorium yang diminta atau
dapat mewakili objek yang diperiksa.
c.
Cara pengambilan spesimen
harus dilaksanakan oleh tenaga yang terammpil dengan cara yang benar, agar
spesimen tersebut mewakili keadaan yang sebenarnya.
d.
Lokasi pengambilan
spesimen harus ditetapkan terlebih dahulu lokasi pengambilan yangt tepat sesuai
dengan jenis pemeriksaan yang diterima.
e.
Peralatan untuk
pengambilan spesimen, secara umum peralatan yang digunakan harus memenuhi
syarat-syarat : bersih, kering, tidak mengandung bahan kimia atau deterjen,
terbuat dari bahan yang tidak mengubah zat-zat yang ada pada spesimen, dan mudah
dicuci dari bekas spesimen sebelumnya.
5. Wadah Spesimen
Wadah spesimen harus
memenuhi syarat :
a. Terbuat dari gelas
atau plastik.
b. Tidak bocor atau
tidak merembes.
c. Harus dapat ditutup
rapat dengan tutup berulir.
d. Besar wadah disesuai
dengan volume spesimen.
e. Bersih dan kering.
f. Tidak mempengaruhi
sifat zat-zat dalam spesimen.
g. Untuk pemeriksaan
zat dalam spesimen yang mudah rusak atau terurai karena sinar matahari, maka
perlu digunakan botol berwarna coklat (aktinis).
h. Untuk pemeriksaan
biakan dan uji kepekaan kuman, wadah harus steril.
i. Untuk wadah spesimen
urin, sputum, tinja sebaiknya menggunakan wadah bermulut lebar.
6. Pengawet Spesimen
Beberapa spesimen
memerlukan bahan tambahan berupa bahan pengawet atau anti koagulan. Kesalahan
dalam pemberian bahan tambahan tersebut dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.
Bahan tambahan yang dipakai harus memenuhi persyaratan yaitu tidak mengganggu
atau mengubah zat yang akan diperiksa.
7. Pengiriman Spesimen
Laboratorium yang
akann melakukan pengiriman spesimen ke laboratorium lain harus segera mengirim sampel
yang telah terkumpul, agar kualtas dari sampel dapat terjamin. Disamping itu,
petugas laboratorium yang akan melakukan pengiriman spesimen harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Sebelum mengirim
spesimen ke laboratorium, pastikan bahwa spesimen telah memenuhi persyaratan
seperti yang tertera dalam persyaratan masing-masing pemeriksaan. Lakukan
pengambilan ulang pada spesimen yang tidak memenuhi persyaratan.
b. Pengiriman spesimen
harus disertai formulir permintaan yang diisi dengan data lengkap. Pastikan
bahwa identitas pasien pada label dan formulir permintaan sudah sama.
c. Secepatnya mengirim
spesimen ke laboratorium . Penundaan pengiriman spesimen selambat-lambatnya 2
jam setelah pengambilan sampel. Penundaan yang terlalu lama akan menyebabkan perubahan
fisik dan kimiawi dan dapat menjadi sumber kesalahan dalam pemeriksaan.
d. Pengiriman spesimen
sebaiknya menggunakan wadah khusus, misalnya berupa kotak atau tas khusus yang
tersbuat dari bahan plastik, gabus (stryro-foam) yang akan ditutup rapat dan mudah
dibawah (Riswanto, 2010).
8. Penyimpanan Spesimen
Beberapa spesimen
yang tidak langsung diperiksa dapat disimpan dengan memperhatikan jenis
pemeriksaan yang akan diperiksa. Persyaratan penyimpanan beberapa spesimen
untuk beberapa pemeriksaan harus memperhatikan jenis spesimen,
antikoagulan/pengawet dan wadah serta stabilitasnya.
Beberapa cara
penyimpanan spesimen, yaitu :
a. Disimpan pada suhu
kamar.
b. Disimpan dalam
lemari es dengan suhu 2-8°C.
c. Dapat diberikan
bahan pengawet.
d. Penyimpanan spesimen
darah sebaiknya dalam bentuk serum atau lisat (Santoso, Winoto, dkk, 2008).
9. Pengolahan Spesimen
Waktu antara
pengambilan spesimen dengan pemisahan serum/plasma sampai analitik tidak boleh
terlalu lama, biasanya 1-2 jam. Sebaliknya pemisahan serum yang terlalu cepat dapat
menyebabkan terjadinya benang fibrin (Harjono, 2010).
Serum dapat
dipisahkan setelah darah dibiarkan membeku terlebih dahulu pada suhu kamar
selam 20-30 menit, kemudian dicentrifuge 5-15 menit pada kecepatan 3000
rpm. Pemisahan serum dilakukan paling
lambat dalam waktu 2 jam setelah pengambilan spesimen. Sedangkan plasma
pemisahanya dapat dilakukan dalam waktu 2 jam setelah pengambilan spesimen
dengan terlebih dahulu mengocok darah EDTA atau citrat dengan segera secara
pelan-pela dan plasma yang memenuhi syarat harus tidak kelihatan merah atau
keruh (lipemik) (Santoso, witono, dkk, 2008).
b. Tahap Analitik
Faktor-faktor yang
berperan dalam proses analitik :
1. Peralatan yang
digunakan
Dimasa sekarang ini peralatan
laboratorium semakin canggih dan semakin kompleks pula permasalahan yang
tiimbul. Stabilitas suatu alat yang digunakan untuk mengukur sangat menentukan
ketelitian suatu pemeriksaan. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil
pemeriksaan laboratorium adalah peralatan laboratorium baik alat yang autometik
maupun alat semi autometik, oleh karena itu alat perlu dipelihara dan
dikalibrasi secara berkala. Kalibarasi
tesebut harus dilakukan oleh teknisi alat ataupun petugas laboratorium yang
memiliki kompetensi. Disamping itu perwatan harus pula dilakukan secara rutin,
untuk itu setiap peralatan harus dilengkapi dengan kartu kontrol pemeliharaan
yang akan diletakkan dekat alat, sehingga semua masalah yang timbul pada alat
harus dicatat dan tindakaan yang harus dilakukan. Hal yang terpenting dari
kalibrasi dan perawaatan alat yaitu penggunaan peralatan. Peralatan yang kita
gunakan harus memiliki Standar Operasional Peralatan (SOP) yang tertulis
sehingga semua petugas laboratorium dapat melakukan pemeriksaan dengan benar
(Santoso, Witono, dkk, 2008, Depkes, 2004).
2. Kualitas Reagen yang
digunakan
Dalam proses
pelaksaan pemeriksaan kimia klinik, reagen memegang peranan penting terutama
dalam interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium. Sebelum digunakan dalam
pemeriksaan setiap reagen harus dilakukan uji mutu untuk melihat apakah suatu
reagen baik digunakan dalam pemeriksaan sehinggah tidak terjadi kesalahan dalam
pemeriksaan dan didapatkan hasil yang baik. Oleh karena itu, reagen yang
digunakan harus terdaftar oleh Kemenkes RI.
Penyimpanan reagen
harus diperhatikan, sehingga kualitas reagen dapat terjamin. Penyimpanan reagen
harus dalam botol tertutup, hindari paparan matahari langsung, disimpan pada
refrigerator/kulkas suhu 2-8°C, serta dilengkapi dengan
kartu kontrol. Suhu kulkas tempat penyimpanan harus selalu terkontrol (2-8°C), dan catat suhu
kulkas setiap hari pada kartu pencatatan suhu. Demikian pula batas kadarluarsa
dari reagen serta keadaan fisik selalu diperhatikan, isi tidak boleh mengeras
dan berubah warna. Kualitas dari reagen harus selalu diuji dengan cara
melakukan uji presisi dan uji akurasi menggunakan bahan kontrol yang diketahui
nilainya (assayed) setiap hari dengan menggunakan reagen tersebut (Santos,
witono, dkk, 2008).
3. Metode yang
digunakan
Beberapa faktor yang
menjadi pertimbangan dalam memilih metode yaitu :
a. Tujuan pemeriksaan,
misalnya uji saring, diagnostik dan
evaluasi hasil pengobatan serta surveilan. Maka dibutuhkan metode yang memiliki
sensitivitas dan spesifitas yang tinggi.
b. Kecepatan hasil yang
diinginkan, karena mengingat hasil pemeriksaan laboratorium sangat diperlukan
dalam pengambilan keputusan, maka waktu pemeriksaan yang diperlukan sampai
diperolehnya hasil untuk berbagai metode perlu diperrtimbangkan.
c. Rekomendasi resmi,
yaitu berbagai metode pemeriksaan laboratorium dapat dipilih berdasarkan
rekomendasi dari suatu lembaga/badan yang diakuai atau organisasi profesi,
antara lain World Health Organization (WHO), International Federation of
Clinical Chemistry (IFCC), National Committee for Clinical Laboratory Standards
(NCCLS) (Santoso, Witono, dkk, 2008).
4. Volume/kadar sampel
yang diperiksa
Volume sampel yang
diperiksa sangat menentukan tingkat ketelitian pemeriksaan, oleh karena itu ketelitian dalam pemipetan sangat
diperlukan. Bila menggunakan alat yang semi autometik mikropipet yang digunakan
harus selalu terkalibrasi. Sedangkan bila menggunakan alat yang full autometik,
waktu kalibrasi peralatan harus diperhatikan.
5. Sumber Daya Manusia
(SDM)
Tenaga pemeriksa
yang terampil, berkompeten, handal, serta profesional akan lebih teliti
sehingga dapat memberikan hasil pemeriksaan yang lebih baik. Dengan menggunakan
alat yang autometik, maka intervensi oleh tenaga pemeriksa akan berkurang
sehingga hasil pemeriksa juga akan lebih teliti (Riswanto, 2010).
6. Waktu
Waktu pengambilan
sampel harus diperhatikan, demikian pula waktu inkubasi pada proses pemeriksaan
harus sesuai dengan Standar Operasional Pemeriksaan (SOP).
7. Uji Ketelitian
(Presisi)
Kemampuan untuk memberikan hasil yang sama pada setiap pengulangan
pemeriksaan disebut dengan presisi. Secara kuantitatif, presisi disajikan dalam
bentuk impresisi yang diekspresikan dalam ukuran
koefisien variasi. Presisi terkait dengan reprodusibilitas suatu pemeriksaan.
Dalam praktek sehari-hari kadang-kadang klinisi meminta suatu pemeriksaan
diulang karena tidak yakin dengan hasilnya. Apabila alat memiliki presisi yang tinggi, pengulangan
pemeriksaan terhadap sampel yang sama akan memberikan hasil yang tidak berbeda
jauh (Sukorini, dkk, 2010).
Nilai presisi menunjukan seberapa dekat suatu hasil
pemeriksaan bila dilakukan berulang dengan sampel yang sama. Ketelitian
terutama dipengaruhi oleh kesalahan acak yang tidak dapat dihindari. Presisi
biasanya dinyatakan dalam nilai koefisien variasi (% KV atau % CV) yang
dihitung dengan rumus berikut :
KV (%) =
Dimana : KV =
Koefisien Variasi
SD = Standar Deviasi
(Simpangan Baku)
=
Rata-rata hasil pemeriksaan berulang
Semakin
kecil nilai KV (%) semakin teliti sistem/metode tersebut atau sebaliknya,
semaikn besar nilai KV (%) semaikn tidak teliti sisetm/metode tersebut
(Santoso, Winoto, dkk, 2008)
8. Uji Ketepatan
(Akurasi)
Kemampuan
mengukur dengan tepat sesuai dengan nilai benar (true value] disebut
dengan akurasi. Secara kuantitatif, akurasi diekspresikan dalam ukuran
inakurasi. Ini dapat diukur inakurasi alat dengan dilakukan pengukuran terhadap
bahan kontrol yang telah diketahui kadarnya. Perbedaan antara hasil pengukuran
dengan nilai target bahan kontrol merupakan indikator inakurasi pemeriksaan.
Perbedaan ini disebut sebagai bias dan dinyatakan dalam satuan persen (%). Semakin kecil bias, semakin
tinggi akurasi pemeriksaan.
Nilai benar ini merupakan suatu konsep ideal yang tidak
mungkin dicapai sehingga ukuran ketepatan biasanya cukup menggunakan nilai yang
dapat diterima (accepted true value). Nilai benar ini ditetapkan dengan
memeriksa kadar bahan kontrol menggunakan metode baku emas (gold standard). Pengukuran
inakurasi dapat kita lakukan dengan memenuhi dua syarat. Pertama, kita memiliki
kadar bahan control yang diukur dengan metode
baku emas. Kedua, bahan kontrol kita masih dalam kondisi yang baik sehingga
kadar substansi di dalamnya belum berubah.
Penilaian
inakurasi ini tidak bisa hanya dengan satu kali pengukuran, Perlu dilakukan beberapa kali
pengukuran terhadap bahan kontrol yang sama dengan menggunakan metode baku emas
dan dengan menggunakan alat/metode yang ingin diuji. Bias yang diperoleh selanjutnya dimasukkan dalam suatu plot untuk melihat sebarannya
(Sukorini, dkk, 2010).
Akurasi
dapat dinilai dari hasil pemeriksaan bahan kontrol dan dihitung sebagai nilai
biasnya (d%) :
d(%) =
Dimana : x
= Hasil pemeriksaan bahan kontrol
NA = Nilai
aktual/sebenarnya dari bahan kontrol (Santoso,Winoto, dkk, 2008).
Cara Pemeriksaan Uji Ketelitian-Uji Ketepatan
a.
Periode pendahuluan
Pada periode
pendahuluan ditentukan nilai dasar yang merupakan nilai rujukan untuk
pemeriksaan selanjutnya. Periode pendahuluan perlu dilakukan untuk bahan
kontrol unassayed sedangkan bahan kontrol assayed menggunakan nilai rujukan
dari pabrik.
Cara pemeriksaan
periode pendahuluan :
1.
Periksa bahan kontrol
bersamaan dengan pemeriksaan spesimen setiap hari kerja atau pada hari
parameter yang bersangkutan sampai 20-25 hari kerja.
2.
Catat nilai yang diperoleh
tiap hari kerja tersebut dalam formulir periode pendahuluan.
3.
Hitung nilai rata-ratanya
(mean), Standar deviasa (SD), Koefisien Variasi (KV), batas peringatan (Mean ±
2 SD), dan batas kontrol (Mean ± 3 SD).
4.
Teliti apakah ada nilai
yang melebihi batas mean ± 3 SD. Bila ada maka nilai tersebut dibuang dan
ditulis kembali nilai pemeriksaan yang masih ada kedalam formulir periode
pendahuluan, kemudian hitung kembali nilai Mean, SD, KV, Mean ± 2 SD, dan Mean
± 3 SD.
5.
Nilai Mean dan SD yang
diperoleh ini dipakai sebagai nilai rujukan pada periode berikutnya, yaitu
periode kontrol. Nilai rujukan ini berlaku untuk bahan kontrol dengan nomor lot
yang sama. Apabila nomor lot berlainan, harus dimulai dengan periode
pendahuluan lagi untuk menentukan nilai rujukannya.
b.
Periode Kontrol
Merupakan periode
untuk menentukan baik atau tidaknya pemeriksaan pada hari tersebut. Dapat
dilkukan dengan cara:
1.
Periksa bahan kontrol
setiap hari kerja atau pada parameter yang bersangkutan diperiksa.
2.
Catat nilai yang diperoleh
pada formulir periode kontrol.
3.
Hitung penyimpangannya
terhadap nilai rujukan dalam satuan SD (Standar Deviasi Index) dengan rumus :
Sdi =
4.
Satuan SD (Sdi) yang
diperoleh diplot pada kertas grafik kontrol.
c.
Penilaian
Uji Ketelitian-Uji
Ketepatan menggunakan aturan Westgard multirules system yang dikembangkan oleh
Westgard, dengan sejumlah ketentuan yang dapat menafsirkan data-data kontrol
dengan ketentuan kontrol sebagai berikut :
1.
1 – 2S : Satu
kontroldiluar nilai mean ± 2 SD (tetapi tidak melampaui ± 3 SD), merupakan
ketentuan peringatan. Kemungkinan adanya masalah pada instrumen atau malfungsi
metode.
2. 1 – 3S : Satu
kontrol diluar nilai mean ± 3 SD, merupakan ketentuan penolakan yang
mencerminkan adanya kesalahan acak. Bila hal ini terjadi maka instrumen tidak
dapat digunakan untuk pelayanan hingga masalah teratasi. Evaluasi instrumen
untuk menemukan adanya kesalahan acak.
3. 2 – 2S : Seluruh pemeriksaan dari satu
seri dinyatakan keluar dari kontrol apabila hasil pemeriksaan 2
kontrol berturut-turut keluar dari batas yang sama yaitu x + 2S atau x
- 2S. Aturan
ini mendeteksi kesalahan sistematik.
4. R – 4S :
Seluruh
pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol, apabila rentang antara 2 hasil kontrol yang berbeda melebihi 4s (satu control diatas +2s, lainnya dibawah -2s). Aturan
ini mendeteksi kesalahan acak dan sistemik. Aturan ini hanya dapat digunakan
apabila menggunakan dua level kontrol. Bila ditemukan keadaan ini, instrumen
tidak boleh dipergunakan untuk pelayanan sebelum masalah teratasi.
5. 4 – 1S : Seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan
keluar dari kontrol, apabila 4 kontrol berturut-turut keluar dari batas yang
sama baik x +S maupun x -S.
Aturan ini mendeteksi kesalahan sistematik. Instrumen tetap dapat diggunakan
untuk pelayanan, namun perlu maintenanc terhadap instrumen atau dilakukan kalibrasi kit/instrumen.
6. 10 (X) :
Seluruh
pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol, apabila 10 kontrol
berturut-turut berada pada pihak yang sama dari nilai tengah. Aturan
ini mendeteksi kesalahan sistematik. Instrumen tetap dapat digunakan untuk
pelayanan, namun perlu maintenance terhadap instrumen atau dilakukan kalibrasi
kit/instrumen.
a. Tahap Pasca Analitik
1. Pembacaan hasil meliputi : penghitungan,
pengukuran, identifikasi, dan penilaian sudah benar.
2. Pelaporan
hasil meliputi : form hasil bersih, tidak ada salah transkrip, tulisan sudah jelas, dan tidak terdapat kecenderungan hasil pemeriksaan
atau hasil abnormal (Santoso, Witono, dkk, 2008).
Untuk menjaga kerahasian hasil dari pasien sebaiknya
hasil yang diberikan tersegel. Hasil pemeriksaan harus memiliki rekaman dokumen
yang dapat disimpan untuk maksud pembuktian, memastikan ketertelusuran dan
sebagai bantuan untuk tindakan pencegahan dan perbaikan. Disamping itu pula
bukti pengambilan hasil harus tertelusur pula untuk menghindari kesalahan dalam
pemberian hasil pasien (Siregar C, 2007).
3. Jenis-jenis Kesalahan
Kesalahan-kesalahan
yang biasa terjadi dalam pemeriksaan Laboratorium terdiri atas :
a.
Kesalahan Teknik
Kesalahan teknik
merupakan kesalahan yang sudah melekat, selalu ada pada setiap pemeriksaan dan
seakan-akan tidak mungkin dapat dihindari. Kesalahan teknik ada 2 macam yaitu kesalahan acak (random error) dan
kesalahan sistematik (systematic error) (Santoso, Witono, dkk 2008).
Kesalahan acak
adalah suatu kesalahan dengan pola yang tidak tetap. Penyebabnya adalah
ketidak-stabilan, misalnya pada penangas air, reagen, pipet dan lain-lain.
Kesalahan acak menunjukan tingkat ketelitian (Presisi) hasil pemeriksaan kurang
baik. Sedangkan kesalahan sistematik adalah suatu kesalahan yang terus-menerus
dengan pola yang sama. Hal ini dapat disebabkan oleh standar, kalibrasi atau
instrumen yang tidak baik. Kesalahan sistematik menunjukan tingkat ketepatan
(Akurasi) hasil pemeriksaan berkurang (Santoso, Witono, dkk, 2008, Depkes, 2004).
b.
Kesalahan non-Teknik
Kesalahan non-teknik
merupakan kesalahan yang biasanya dijumpai pada tahap pra analitik atau pasca
analitik. Kesalahan pada pra analitik misalnya kesalahan pada pengambilan
sampel (Sampling error) seperti kesalahan pada persiapan pasien, kesalahan pada
pemberian identitas, kesalahan pada pengambilan dan penampungan spesimen,
kesalahan pada pengolahan dan penyimpanan spesimen, kerusakan spesimen karena
penyimpanan atau transportasi. Kesalahan sering pula terjadi pada penghitungan
dan penulisan (Cleritical error). Pada pasca analitik kesalahan dapat terjadi
berupa penulisan dan pengimputan hasil (Santoso, Witono, dkk, 2008).